Gelaran #1 NGLARAS JAGAT NGLORAM Sebagai Praktik Partisipasi Masyarakat Pedesaan dalam Pembangunan Desa Berkelanjutan

| Kamis, 24/11/2022 18:55 WIB
Gelaran #1 NGLARAS JAGAT NGLORAM Sebagai Praktik Partisipasi Masyarakat Pedesaan dalam Pembangunan Desa Berkelanjutan Komunitas Bumi Budaya menghelat inisiasi seni-budaya atraktif dan edukatif bertajuk #1 Nglaras Jagat Ngloram yang diselenggarakan pada Sabtu - Minggu, tanggal 19 - 20 November 2022 di Area Situs Ngloram, Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. (Foto: istimewa)

RADARBANGSA.COM - Desa dengan ragam kondisi di dalamnya, tidak dipungkiri tradisi dan budaya lokal yang dijalankan masyarakat secara kolektif cenderung lebih kuat dibanding dengan masyarakat kota. Kondisi kekinian, sayangnya tradisi dan budaya lokal sebagai bagian dari semangat partisipasi masyarakat mulai tergeser oleh desain pembangunan desa yang berorientasi pada pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana. Misalnya, jalan, jembatan, kantor, serta pembangunan pembangunan fisik lainnya yang sejenis. Pembangunan aspek tradisi dan budaya lokal kian menjauh dari agenda pembangunan desa.

Kondisi demikian dapat dimaklumi karena kebanyakan desa desa di Indonesia masih minim dengan ketersediaan sarana dan prasarana fisik. Lain hal dengan kota, aspek fisik telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini yang nampaknya menjadikan pembangunan desa berorientasi pada sarana dan prasarana fisik. Dan, belakangan definisi pembangunan desa secara mayoritas cenderung disimbolkan dengan kemegahan bangunan serta sarana dan prasarana lainnya.

Dampak dari realitas pembangunan tersebut, menu-menu pembangunan desa yang sifatnya non fisik seperti pembinaan dan pemberdayaan masyarakat bukan menjadi prioritas atau malah justru terabaikan. Padahal, pembangunan desa seperti diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri dijelaskan bahwa aspek pembinaan dan pemberdayaan masyarakat menjadi bagian dari perencanaan pembangunan desa ―termasuk tentang pembinaan adat, kesenian serta sosial budaya masyarakat masuk di dalam sub bidang pembinaan tersebut. Sejatinya, tradisi dan budaya lokal merupakan sarana atau praktik fasilitasi partisipasi masyarakat. Aspek aspek non fisik adalah ruang terjadinya partisipasi dalam pembangunan perspektif bottom-up (Dari bawah ke atas atau sesuai kebutuhan masyarakat). Pembangunan fisik atau sarana dan prasarana cenderung top-down (Dari atas ke bawah atau sesuai perspektif pemerintah), masyarakat minim partisipasi.

Bila kondisi demikian terus melaju, bagaimana nasib tradisi dan budaya lokal? Demikian pula dengan kenyataan bahwa sesungguhnya tradisi dan budaya masih hidup di tengah tengah masyarakat dan hidupi oleh masyarakat hingga kini. Adalah sebuah tantangan terhadap situasi sekarang ini jika berbicara tentang tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia sebagai bagian dari nilai nilai kehidupan kita.

Baru baru ini, Komunitas Bumi Budaya menghelat inisiasi seni-budaya atraktif dan edukatif bertajuk #1 Nglaras Jagat Ngloram yang diselenggarakan pada Sabtu s.d. Minggu, tanggal 19 s.d. 20 November 2022 di Area Situs Ngloram, Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah.

Kegiatan seni-budaya atraktif dan edukatif bertajuk #1 Nglaras Jagat Ngloram ini dikemas dengan pertunjukan bernuansa memasadepankan masa silam seperti kirab gunungan banawa sekar, lomba dolanan tradisonal, jagong budaya, festival hadroh, pasar tradisional yang diberi nama pasar wura wari dan bentuk kesenian lainnya dijalankan bersama sama elemen warga selama dua hari penuh. Gegap gempita yang terlihat dari #1 Nglaras Jagat Ngloram ini ternyata mampu menumbuhkan semangat partisipasi warga. Komunitas Bumi Budaya meyakini, bahwa dalam membangun desa utamanya sebuah peninggalan leluhur yakni situs, perlu upaya membiasakan dahulu masyarakat sekitar untuk bersatu dan bahu membahu dalam satu kegiatan agar tumbuh kesadaran rasa memiliki dan merasa diberi ruang berpartisipasi.

Fasilitasi ruang partisipasi masyarakat pada perhelatan kegiatan ini, ternyata mampu membawa suasana kebersamaan yang sangat harmonis. Dan, dengan kebersamaan inilah dapat dijadikan modal sosial yang kuat untuk melakukan pembangunan yang memakmurkan dan menyejahterakan.

Gelaran #1 Nglaras Jagat Ngloram yang diselenggarakan secara kolektif antara Komunitas Bumi Budaya-masyarakat setempat-perusahaan swasta-akademisi-media, dibuka dengan acara Kirab Banawa Sekar yang di dalamnya terdapat simbol simbol budaya yang dihadirkan melalui peran penari barongan, penabuh, sesaji, gunungan, busana, tata rias, dan bentuk pertunjukan yang memiliki makna dan mengandung nilai nilai kejayaan masa silam. Dan, tidak sekadar sebagai sebuah pertunjukan kesenian saja, tetapi juga mampu memberikan andil yang besar pada pembangunan masyarakat desa, dalam arti pembangunan manusia melalui praktik berkebudayaan untuk mewujudkan masyarakat sadar budaya.

Praktik keberpihakan pada tradisi dan budaya lokal ternyata mampu memberikan warna pada pembangunan masyarakat desa. Hal ini terkonfirmasi lewat antusiasme budaya dan bara lokalitas yang disebut sayeg Saeko Kapti (Se-iya se-kata). Inilah semangat yang mestinya terus dipupuk dalam pembangunan melalui artikulasi seni, tradisi, dan budaya lokal.

Partisipasi masyarakat merupakan pintu masuk terjadinya pembangunan desa berkelanjutan. Dan, tradisi serta budaya lokal adalah pendorongnya. Ruang partisipasi dan keberpihakan pada tradisi dan budaya lokal mampu menumbuhkan; Pertama, nilai partisipasi yang hadir secara utuh karena digerakkan dengan dorongan kebersamaan. Kebersamaan juga merupakan inti persaudaraan dimana nilai ini masih kuat di masyarakat desa.

Dari sini relasi pembangunan tidak menjadikan isolasi antar kelas yang berpotensi menjadi gelanggang pertarungan. Maka dari itu, partisipasi adalah “teknologi pengingat” bahwa pembangunan mesti menjadi pengungkit nilai kebersamaan dan bukan panggung persaingan.

Kedua, nilai toleransi pun tampil dari praktik praktik berkebudayaan, yang juga merupakan pangkal untuk meyakini bahwa sumber pembangunan adalah spiritualitas. Nilai toleransi sebagai mata air spiritualitas tertinggi, dan akan mengalirkan moralitas yang jernih dalam berpikir, berucap, dan bertindak. Dalam bahasanya Raden Mas Panji Sosrokartono adalah catur mukti.

Ketiga, nilai kerelaan mengontribusikan sumberdaya yang mempertautkan masyarakat desa dengan aktivitas praktik-praktik kebudayaan, tentunya akan menerbitkan potensi-potensi yang selama ini tersuruk dan mengendap. Nilai inipun merupakan tangkai terpenting berhubungan dengan modal pembangunan desa dan sebagai mata rantai pembangunan (ekonomi) desa. Bila dipantulkan pada poros kebijakan saat ini dimana desa adalah altar baru pembangunan nasional, maka pengelolaan sumberdaya ini dapat disematkan kepada semacam institusi koperasi atau BUMDesa.

Keempat, nilai kerja sama yang dalam berapa aspek diterjemahkan menjadi gotong royong. Nilai ini masih menjadi bahas relasi antar manusia di desa. harkatnya harus tetap dijaga kadar serta kualitasnya mesti dipertahankan, sebab modal sosial ini adalah sumber keabadian bangsa, bagaimana tidak midal itulah yang membuat desa tak tercerabut dalam kemalangan penyakit individualism karena dijaga oleh nafas gotong royong.

Belajar dari kegiatan #1 Nglaras Jagat Ngloram dapat membuka mata khalayak bahwa parameter atau keberhasilan pembangunan yang bersumber dari lokalitas seperti semangat kebersamaan dalam praktik praktik kebudayaan dapat dicapai. Hal ini dapat pula menjadi arah dan penguat bahwa ukuran keberhasilan pembangunan bukanlah semata mata berdasarkan norma pemerintah atau Negara melainkan, pencapaian pembangunan semestinya diukur dari kebutuhan masyarakat. Maka denyut semangat berkebudayaan setidaknya akan menghadirkan nilai nilai lokal yang mampu menjadi akar untuk menumbuhkan keberlanjutan pembangunan desa yang tangguh.

Penulis: Ahmad Rouf (Pegiat Literasi)

Tags : Nglaras Jagat Ngloram , Seni Budaya , Blora , Desa

Berita Terkait