MUI Nilai Pelaku Teror Salah Memahami Syariat Islam

| Rabu, 16/05/2018 07:15 WIB
MUI Nilai Pelaku Teror Salah Memahami Syariat Islam Salah satu lokasi ledakan bom di Surabaya, Minggu (13/5). (Foto: Juni kriswanto/Merdeka)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Wakil Sekretaris Komisi Kerukunan Antarumat Beragama (KAUB) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Moqsith Ghazali menilai pelaku teror yang mengatasnamakan agama, khususnya Islam, salah dalam memahami syariat Islam dan sejarah Nabi Muhammad SAW.

Dia juga menyoroti soal pemahaman para pelaku teror yang menganggap saat ini dalam situasi berperang. Sehingga kemudian melibatkan istri dan anak-anak mereka untuk terlibat dalam aksi bom bunuh diri seperti yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu.

"Mereka (para pelaku) keliru membaca (memahami) Al-Quran dan sejarah nabi," kata Moqsith saat menjadi pembicara dalam diskusi di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 15 Mei 2018.

Ia menuturkan bahwa sepanjang sejarahnya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah sekalipun mengajak ibu atau istrinya ikut berperang, meskipun dalam kondisi terdesak.

"Pada kasus Dita Suprianto, Nabi tidak melibatkan orang tua dalam perang. Ini tidak ada syariatnya. Istri nabi juga tidak dilibatkan dalam perang. Makanya kalau melibatkan istri, itu tidak syar`i," jelasnya.

Selain itu, Nabi juga tidak pernah mengajarkan untuk melibatkan anak-anak dalam peperangan. Moqsith mencontohkan sejarah hidup anak angkat Rasulullah, Usamah bin Zaid.

Dalam perang Uhud, jumlah prajurit Nabi Muhammad tidak sebanding dengan musuhnya. Saat itu, Usamah menawarkan diri menjadi prajurit dan ikut berperang.

"Usama bin Zaid menawarkan diri `bagaimana kalau saya ikut berperang?`. Nabi tidak membolehkan karena usama masih berusia 13 tahun," kata Moqsith.

Singkat cerita ketika usia Zaid menginjak dewasa atau sekitar 18 tahun, saat itulah Nabi Muhammad mengangkatnya sebagai panglima perang. Dari cerita ini, menurut Moqsith, perlu dipahami Nabi Muhammad sebagai junjungan Umat Muslim tidak pernah mengizinkan anak-anak ikut terlibat dalam peperangan.

Menurut Moqsith, para pelaku Bom di Surabaya kemarin salah memahami syariat Islam dan sejarah Nabi Muhammad yang merupakan junjungan dalam agama Islam.

"Kasus Surabaya, kalau ini adalah (diartikan) perang dan melibatkan perempuan dan anak-anak, ini tidak syar`i," ucapnya seperti dikutip dari laman cnnindonesia.com, Rabu, 16 Mei 2018.

Moqsith pun mengimbau seluruh alim ulama menyampaikan dakwah yang mengandung nilai-nilai kebangsaan dan toleransi. Hal ini sebagai langkah pencegahan atas tumbuh dan berkembangnya bibit-bibit terorisme di Indonesia.

"(Mengantisipasi) salah satunya itu menyediakan dakwaah moderat dan yang toleran bahwa keragaman bukan ancaman, bahwa keragaman adalah sunatullah," pungkasnya.

Tags : MUI , Terorisme , Syariat Islam

Berita Terkait