Apakah Sah Menghadiahkan Pahala Kurban untuk Orang Lain?

| Senin, 05/07/2021 17:23 WIB
Apakah Sah Menghadiahkan Pahala Kurban untuk Orang Lain? Sapi hewan yang disembelih (foto:istimewa)

RADARBANGSA.COM - Kurban selain menjadi ibadah sunah Nabi juga sudah menajdi tradisi yang dijalankan selama satu tahun sekali. Tradisi ini juga disertai solidaritas berbagi pahala kepada keluarga yang masih hidup ataupun sudah meninggal. Apakah tradisi tersebut boleh dan sah jika dilakukan?

Seperti halnya berkurban satu ekor sapi yang diniatkan kurban untuk tujuh orang di dalma keluarga yang telah wafat maupun yang masih hidup seperti anak kecil. Hal tersebut tidak lain dilakukan agar orang yang ia sayangi bisa mendapatkan pahala dari hewan yang dikurbankan. 

Rasulullah SAW pernah berkurban dengan niat “Ya Allah kurban ini untuk Muhammad dan umat Muhammad”, Pada saat itu, Rasulullah SAW secara konteks menghadiahkan pahala kurban untuk orang lain.

Fikih Syafi`yah menghadiahkan kurban diperinci kembali menjadi dua bagian. Pertama, menghadiahkan pahala kurban untuk orang mati dan kedua menghadiahkan pahala kurban untuk orang hidup.

Ulama membolehkan menghadiahkan pahala kurban kepada orang yang telah mati. Sedangkan ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai menghadiahkan pahala kurban kepada orang yang masih hidup.

Mengutip nu online, Imam al-Ramli dan Khathib al-Syarbini menjelaskan hukumnya diperbolehkan, pahala kurban bisa sampai dan didapatkan semua orang hidup yang diikutkan dalam pahala berkurban. Sedangkan menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, hukumnya tidak diperbolehkan. Menurut Syekh Ibnu Hajar, kebolehan menghadiahkan pahala kurban hanya berlaku untuk orang yang telah mati, sebab dianalogikan dengan kebolehan bersedekah untuk orang mati.

Syekh Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur bi Ba’lawi berkata:

قال الخطيب و (م ر) وغيرهما : لو أشرك غيره في ثواب أضحيته كأن قال عني وعن فلان أو عن أهل بيتي جاز وحصل الثواب للجميع، قال ع ش ولو بعد التضحية بها عن نفسه ، لكن قيد في التحفة جواز الإشراك في الثواب بالميت قياساً على التصدق عنه ، قال بخلاف الحيّ

“Imam Al-Khathib, Imam al-Ramli dan selainnya berkata; Jika seseorang mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurbannya seperti perkataannya “kurbanku untuk saya dan untuk si fulan atau untuk keluarga saya”, maka diperbolehkan dan pahalanya hasil untuk semuanya. Syekh Ali Syibromalisi berkata “walaupun setelah ia berkurban atas nama dirinya”. Akan tetapi Syekh Ibnu Hajar dalam kitab al-Tuhfah membatasi kebolehan menyertakan pahala kurban hanya kepada orang mati, karena disamakan dengan kasus bersedekah untuk mayit, beliau berkata; berbeda dengan orang hidup” (Syekh Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur bi Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, Al-Hidayah, hal. 257)

Dalam kitab al-Tuhfah disebutkan:

(و) تجزئ (الشاة) الضائنة والماعزة (عن واحد) فقط اتفاقا لا عن أكثر بل لو ذبحا عنهما شاتين مشاعتين بينهما لم يجز؛ لأن كلا لم يذبح شاة كاملة وخبر اللهم هذا عن محمد وأمة محمد محمول على التشريك في الثواب وهو جائز ومن ثم قالوا له أن يشرك غيره في ثواب أضحيته وظاهره حصول الثواب لمن أشركه وهو ظاهر إن كان ميتا قياسا على التصدق عنه

“Dan kambing domba dan kambing kacang cukup untuk satu orang saja sesuai kesepakatan ulama, tidak untuk lebih dari satu, bahkan apabila ada dua orang yang berkurban dengan dua kambing dengan kepemilikan bersama untuk mereka berdua, maka tidak diperbolehkan, karena setiap individu di antara mereka berdua tidak menyembelih satu kambing secara sempurna. Adapun hadits “Ya Allah kurban ini untuk Muhammad dan umat Muhammad” diarahkan kepada mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurban, dan hal tersebut boleh. Oleh karenanya para ulama berkata “Bagi orang yang berkurban boleh untuk mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurbannya. Ungkapan para ulama tersebut secara literal menyimpulkan hasilnya pahala untuk orang yang diikutsertakan, dan hal tersebut adalah pendapat yang jelas menurutku bila pihak yang diikutkan dalam pahala kurban adalah orang mati, karena dianalogikan dengan kasus bersedekah untuk mayit”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 12, hal. 255).

Dalam komentar atas referensi di atas, Syekh Abdul Hamid al-Syarwani menjelaskan:  

(قوله: له أن يشرك غيره إلخ) أي كأن يقول أشركتك أو فلانا في ثوابها وظاهره ولو بعد نية التضحية لنفسه وهو قريب اهـ ع ش

“Perkataan Syekh Ibnu Hajar ‘boleh mengikutsertakan orang lain dst’, yakni seperti mengucapkan ‘saya mengikutsertakan kamu atau fulan dalam pahala kurban saya”, secara literal walaupun ucapan tersebut dilakukan setelah niat kurban untuk dirinya sendiri dan pendapat ini adalah pendapat yang mendekati kebenaran. (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 12, hal. 255).

Tags : Kurban , Pahala , Niat , IdulAdha

Berita Terkait