Mambaul Ulum Bata-Bata, Pesantren Unik Sarat Prestasi

| Senin, 24/07/2017 13:44 WIB
Mambaul Ulum Bata-Bata, Pesantren Unik Sarat Prestasi
RADARBANGSA.COM - Mambaul Ulum Bata-Bata adalah sebuah pondok pesantren yang didirikan oleh RKH. Abd Majid putra RKH. Abd Hamid bin RKH Itsbat, Banyuanyar pada tahun 1943 M / 1363 H. Pesantren ini memadukan sistem pembelajaran klasik, seperti sorogan, dan juga modern, seperti sekolah formal dan lembaga kursus. Saat ini, pesantren yang berlokasi di Desa Panaan, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Madura ini diasuh oleh RKH. Abdul Hamid Bin Ahmad Mahfudz Zayyadi sejak tahun 1986. Beliau menggantikan abahnya, RKH. Ahmad Mahfudz Zayyadi yang mengasuh selama 26 tahun dan wafat pada hari Rabu tanggal 12 Ramadlan 1407 H/1986 M. Sebelum menjadi pengasuh, Kiai Hamid menimba ilmu di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan selama 7 Tahun dan melanjutkan ke Mekah selama 12 tahun dibawah asuhan para ulama besar yang antara lain : Sayyid Muhammad Amin Kuthbi, Sayyid Alawi Al-Maliki, dan lain-lain. [caption id="attachment_7211" align="aligncenter" width="480"] Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, RKH Abdul Hamid AMZ (kenakan jas abu-abu)[/caption] Pola pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di pesantren Bata-Bata mulai berkembang sejak kepemimpinan RKH. Ahmad Mahfudz Zayyadi. Pada Tahun 1959 M, beliau mendirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Pada mulanya pendidikan formal yang didirikan di pesantren Bata-Bata adalah sejenis lembaga pendidikan yang mengkhususkan kegiatan belajar mengajarnya pada pembelajaran diniyah yang pada akhirnya disebut Madrasah B. Mengingat perkembangan zaman yang semakin maju, para pengelola lembaga yang tercatat sebagai lembaga formal yang pertama kali berdiri ini, mengusahakan akan formalisasi MI Mambaul Ulum Bata-Bata. Usaha itu pun berhasil dengan di keluarkannya surat edaran keputusan Direktorat Jendral Pendidikan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama Republik Indoesia dengan nomor piagam Madrasah : Lm/3/4047/1978 tertanggal 21 Maret 1978. Setelah berdirinya MI, Kiai Mahfudz selanjutnya mendirikan lembaga pendidikan formal lainnya, yaitu Madrasah Tsanawiyah pada tahun 1970, Madrasah Aliyah pada tahun 1977. Lalu dilanjutkan pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam al-Khairat dimasa kepemimpinan Kiai Hamid. Dan pada 01 Juli 2011 yang lalu, pesantren Bata-Bata mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan. [caption id="attachment_7212" align="aligncenter" width="562"] Prosesi i'lan Nadhom Alfiyah Ibnu Malik oleh sejumlah santri sebagai syarat kenaikan kelas dari MTs ke MA (bata-bata.net)[/caption] Kendati secara kelembagaan sekolah mengikuti sistem formal, namun pesantren Bata-Bata tidak sepenuhnya melepas pola klasik yang sudah menjadi tradisi sejak pesantren ini didirikan. Dengan slogan “Kesopanan Lebih Tinggi Nilainya daripada Kecerdasan” ini, pesantren Bata-Bata mewajibkan lulusan kelas tiga Madrasah Aliyah untuk mengabdi minimal selama setahun ke sejumlah daerah di Indonesia sebelum ia melanjutkan kuliah atau pulang ke rumah. Selain itu, ada kebijakan unik yang mungkin hanya dimiliki oleh pesantren Bata-Bata, yaitu setiap siswa kelas tiga Madrasah Tsanawiyah yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang Madrasah Aliyah wajib hafal Nadham Alfiyah (untuk MTs B) dan Amsilatut Tashrif (untuk MTs A). Kewajiban ini tentu menjadi identitas tersendiri bagi para santri sekaligus pemacu semangat belajar mereka. [caption id="attachment_7210" align="aligncenter" width="528"] Dua santri putri Mambaul Ulum Bata-Bata yang berhasil menjuarai Musabaqoh Kitab Kuning tingkat nasional yang digelar oleh DKN Garda Bangsa (Ist)[/caption] Segala kebijakan pesantren Bata-Bata inilah yang membuat santri tak lengah dan hampir setiap tahun mampu menorehkan prestasi, baik tingkat lokal, nasional, bahkan internasional. Belum lama ini, ada dua santri putri dari pesantren Bata-Bata berhasil menyabet dua penghargaan dalam Grand Final Musabaqoh Kitab Kuning (MKK) yang digelar oleh DKN Garda Bangsa. Kedua santri tersebut masing-masing Juara II oleh Ayu Aprilia Musdalifah (Fathul Qorib) dan Khusnul Hotimah, juara III (Nadham Imrithi) tingkat putri. Selain memboyong piala, kedua santriwati tersebut juga mendapat uang pembinaan. Ayu Aprilia Musdalifah diganjar Rp 15 juta, sementara Khusnul Hotimah bawa pulang Rp 10 juta. AZ
Tags :