Lomba Cerpen Santri 2018
Koridor Allah
Oleh: Rofiah Ulil Maftuha
RADARBANGSA.COM - “Aishah Aishaka”, perasaanku sejernih embun pagi. Kabut pagi mengusap keringat yang mengalir deras dari keningku dan angin pun meniupkan dirinya di sela-sela bilik Pesantren. Hari ini sedang gelap, karena matahari terlihat sedang murung. Mataku terbelangak tidak percaya. Bisa-bisanya kepercayaanku ini dihancurkan dengan sekejap mata. Seseorang yang selama ini aku anggap saudaraku sendiri justru mengkhianatiku.
“Sekarang, kamu tidak lagi menjadi Santriwati yang dibangga-banggakan di Pondok ini, Aishah! Kamu hanya menjadi seperti sampah yang menjijikan!”, ucap Magdha yang setengah berteriak.
Ternyata benar, para Santriwati di Pondok ini tidak menyukaiku lagi setelah Magdha menghasut mereka untuk membenciku. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan. Setiap hari, aku selalu disuapi dengan cemoohan mereka yang menjatuhkan harga diriku. Aku merasa bahwa hidupku tidak ada gunanya lagi, pun dunia seakan menertawakan hidupku. Tetapi aku tidak menyerah, aku harus bangkit dari keterpurukan ini. Aku harus bisa menghadapi semuanya.
Ketika aku berjalan di lantai 3, aku penasaran dengan ruangan tua yang berada di Pondok ini. Dimana para Santriwati dilarang untuk memasuki ruangan tersebut. Aku mempercepat langkah kakiku hingga akhirnya, aku tepat berada di depan ruangan itu. Aku mengetuk daun pintu ruangan tersebut. Lalu, aku membuka pelan pintu yang mengeluarkan suara, “Kreeekk..” sembari mengucapkan salam. Banyak buku-buku yang berserakan hingga dimakan kutu. Aroma di ruangan ini persis seperti aroma rumput yang baru saja dipotong. Selain itu, beberapa jendela ruangan tersebut pecah. Lantainya pun penuh dengan debu, terlihat jelas kalau ruangan ini tidak pernah dimasuki oleh para Santriwati dan tidak pernah dirawat.
Saat aku memutar pandangan, aku melihat sebuah lemari tua dengan warna yang tampak usang. Sebuah tanda tanya muncul dipikiranku yang seolah-olah menyuruhku untuk membuka lemari tersebut. Saat aku membuka lemari itu, ku dapati sebuah buku yang tak bertuan dengan cover yang berjudul, “Kebisuan Hati yang Terdengar”. Aku mengambil buku tersebut, lalu ku masukkan di balik bajuku. Sebelum aku keluar dari ruangan, aku menyapu lantai yang dipenuhi dengan debu dan ku mulai membenahi buku-buku yang berserakan di lantai itu. Setelah selesai, aku bergegas untuk segera keluar sebelum ada yang melihatku di ruangan ini. Perlahan, aku menuruni anak tangga yang ditumbuhi dengan lumut-lumut hijau yang membuat tangga itu sedikit licin saat dilewati.
Baca selengkapnya di sini
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
-
Polisi Ungkap Omzet Judi Online yang Dibongkar Capai Rp30 Miliar
-
Taklukan KSPSI 1973, FSP RTMM Juara Bulutangkis Pekan Olahraga Buruh Tangerang
-
Kuartal Pertama 2024, Sri Mulyani Ungkap Pemerintah Pusat Telah Belanjakan Rp427 Triliun
-
Pemkot Tangerang Raih Pengharggan Pemerintah Daerah Terbaik
-
Tampil di Piala uber 2024, Ester Nurumi Ingin Buktikan Diri