Krisis Rohingya dan Wacana Politik Nasional Indonesia

| Senin, 25/09/2017 21:52 WIB
Krisis Rohingya dan Wacana Politik Nasional Indonesia
JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Tidak bisa dipungkiri krisis kemanusiaan yang melanda etnis Rohingya di Myanmar menjadi perhatian publik internasional, tak terkecuali Indonesia. Bahkan di negara umat muslim terbesar di dunia ini, wacana krisis Rohingya terindikasi digiring oleh oknum dan kelompok-kelompok tertentu ke dalam ruang wacana politik nasional Indonesia. Mestinya krisis Rohingya dipandang dan direspon dari sisi kemanusiaan namun dicoba digiring menjadi isu politik yang menyerang pemerintahan Presiden Jokowi. Menurut Kapolri, Jend. Tito Karnavian berdasarkan hasil analisis di media twitter, sebagian besar pembahasan tentang Rohingya dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya. Isu konflik Rohingya di Myanmar sudah digoreng oleh kelompok tertentu sehingga berbalik arah menyerang Pemerintah Joko Widodo (sindonews.com). Meski pernyataan ini lahir dari hasil analisis di Twitter, setidaknya ini menjadi gambaran bahwa wacana krisis Rohingya telah digiring di ruang publik untuk mendiskreditkan pemerintahan Jokowi terkait perannya dalam mengatasi konflik Rohingya. Penulis mencoba mengamati tentang respon para tokoh politik dalam parpol yang secara politik bersebrangan dengan Pemerintahan Jokowi. Dilansir dalam laman detik.com pada berita yang bertajuk 'Prabowo: Kirim Bantuan ke Rohingya itu Pencitraan' (16/09/2017), Prabowo Subianto menyebut bantuan yang dikirimkan hanya bentuk pencitraan semata. Hal ini disampaikan dalam orasinya saat menghadiri Aksi Bela Rohingya 169 yang dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersama beberapa ormas Islam di Jakarta. Sebelumnya juga usaha pemerintah dalam mengatasi krisis Rohingya mendapat kritik dari seorang politisi Gerindra, Fadli Zon. Dilansir dalam laman republika.co.id pada berita yang bertajuk 'Fadli Zon: Menlu ke Myanmar Masih Senyam-Senyum' (5/09/2017), Fadli Zon yang juga Wakil Ketua DPR RI ini mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam diplomasi konflik Rohingya. Fadli menilai pemerintah tidak serius menangani hal tersebut, terlihat selepas kunjungan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi yang terlihat seperti kunjungan kerja biasa. Bahkan menurutnya terlihat sama sekali tidak mendukung usaha yang dilakukan pemerintah tidak maksimal dan justru enggan membantu penuntasan krisis kemanusiaan di Rakhine. Kita ketahui bersama, salah satu parpol yang mengambil peran oposisi dari pemerintahan Jokowi adalah Partai Gerindra. Melihat respon dari kedua tokoh politiknya di atas bisa menjadi gambaran bahwa krisis Rohingya dalam konteks wacana telah menyelusup dalam wacana politik nasional Indonesia. Ada indikasi membangun opini publik bahwa peran pemerintahan Presiden Jokowi tidak maksimal baik dalam membantu korban maupun mengatasi krisis Rohingya. Menurut hemat penulis, digiringnya wacana krisis Rohingya dalam wacana politik nasional menjadi hal yang tak bisa dielakkan karena Indonesia saat ini sedang menjalani tahun-tahun politik dimana dinamika politik semakin meningkat menjelang Pemilu dan Pilpres 2019. Pemerintahan Presiden Jokowi dan parpol yang berada dalam lingkarannya mesti siap menghadapi serangan-serangan dari lawan politik mereka khususnya kaitannya dengan krisis Rohingya. Bukan menyerang balik dengan kata-kata, tetapi dengan kerja, kerja dan kerja seperti semboyan yang sering diteriakkan oleh Presiden Jokowi dan Melakukan tindakan nyata dengan aktif dalam usaha menyelesaikan konflik Rohingya dan membantu para korban krisis Rohingya. Terlepas dari krisis Rohingya digiring dalam wacana politik nasional Indonesia atau tidak, kritik terhadap pemerintahan Jokowi tetap penting untuk dilakukan khususnya oleh parpol oposisi sebagai wujud check and balance dalam dunia demokrasi baik lewat aksi unjuk rasa atau demonstrasi di jalanan maupun lewat media massa. Tetapi bagi penulis, kritik semestinya proposional dan tidak menuduh yang “bukan-bukan” atas dasar ketidaksukaan apalagi disampaikan di depan publik. Ini sebagai wujud memberikan pendidikan politik kepada masyarakat khususnya dalam memilih pemimpin. Pada konteks peran pemerintah dalam krisis Rohingya, bagi penulis mesti diapresiasi khususnya usaha diplomatik yang dilakukan oleh Menlu RI, Retno Marsudi serta kiriman bantuan yang berkali-kali untuk para korban krisis Rohingya yang dilakukan pemerintah. Setidaknya pemerintah tidak hanya diam dan tidak hanya mengecam dengan kata-kata semata. Soal digiringnya masalah ini ke dalam wacana politik nasional, toh masyarakat sendiri yang akan menilai soal gagal atau berhasilnya suatu pemerintahan dan sekaligus masyarakat sendiri yang akan menentukan pilihan politik apakah suatu pemerintahan layak dipertahankan atau mesti digantikan oleh pengganti yang lebih layak. Jangan sampai kritik yang dilayangkan parpol oposisi yang ditujukan ke pemerintah malah menjadi penilaian negatif terhadap parpol oposisi itu sendiri, jika di mata banyak masyarakat usaha pemerintahan Jokowi layak diapresiasi. Falihin Barakati Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Sulawesi Tenggara  
Tags :