Lomba Cerpen Santri 2018

Pelangi Kiblat

| Minggu, 11/11/2018 14:40 WIB
Pelangi Kiblat Dok Radarbangsa

Oleh: Muhimatul Khoiriyah

RADARBANGSA.COM - Sunan Ampel, itu nama pondokku. Pondok kecil yang tegak kokoh di atas bumi Ngronggo, Kota Kediri. Pondok yang aneh menurutku karena tak sesuai dengan apa yang kubayangkan dan pikirkan. Tak sesuai dengan omongan orang-orang mengenai kehidupan podok. Pondok ini, Sunan Ampel, lengkap dengan 1001 keanehan. Eh, maksudku keistimewaan yang aneh, tak pernah kudengar dari dongeng-dongeng tetangga.

Dulu, aku masuk pondok ini bertepatan dengan hari ulang tahunku, 13 Juli 2018. Jadi, kalau dihitung sekarang, aku sudah mondok di sini selama tiga setengah bulan lebih. Awal masuk pondok, pikiranku hanya tertitik pada satu kata “takzir” alias denda. Maklumlah, baru pertama akan menginjak tanah pondok, jadi dapat infonya dari orang-orang hanya tentang itu.  Katanya, “pondok itu dunia takzir. Hati-hati saja, kalau salah sedikit disuruh bayar takzir, nggak sengaja salah dipaksa bayar takzir. Seakan-akan dunia hanya ada takzir.” Itu kata tetanggaku yang sudah berpengalaman mondok.

Orang tuaku ingin sekali aku mondok. Bahkan sudah direncanakan sejak aku duduk di bangku sekolah dasar. Bukan apa-apa. Maksudnya adalah agar aku makin banyak dapat ilmu agamanya. Dapat ilmu dari madrasah aliyah dan dari pondok. Double lezatoshehe. Sebenarnya aku nggak mau dengan keputusan ini, tapi hatiku yang nggak tega kalau nggak ikutin keinginan ayah ibuk yang sudah lama direncanakan. Tak mungkin aku bisa menolak, aku tak tega. So, aku iyakan aja. Toh, mungkin di pondok aku bisa sedikit lebih bebas daripada di rumah yang penuh pengawasan orang tuaku juga kakak adikku. Aku hanya bisa pasrah dan menghibur diri, setelah kukatakan “ya” sebagai persetujuan kalau aku mau mondok agar aku tak menyesal mengatakan sepatah kata berdua huruf itu.

Itu dulu, pikiranku yang sudah basi tentang pondok. Sekarang, tak cocok aku mengatakan itu, tak sehimpun, tak sesuai realnya. Aku masih hidup di sini selama empat bulan kurang, tetapi aku sudah bisa bilang “waw” ke pondok ini, Sunan Ampel. Pondokku aneh, seperti yang aku katakan tadi. Maksudku spesial dengan keistimewaannya, mungkin, kalau seratus halaman untuk menceritakan keunikan pondokku ini, nggak akan cukup. Jadi, aku certakan sedikit saja, yang menurutku teristimewa dari yang istimewa.

Baca selengkapnya di sini

Tags : Hari Santri 2018 , Cerpen , PKB

Berita Terkait