Lomba Cerpen Santri 2018

Sarungku Bergelar Ph.D

| Selasa, 13/11/2018 20:03 WIB
Sarungku Bergelar Ph.D Dok Radarbangsa

Oleh: Komarudin

RADARBANGSA.COM - Satu tas ransel berwarna merah berukuran besar berisi pakaian dan satu kardus ukuran sedang berisi keperluan lainnya . Masih termenung diatas tempat tidur bergambar klub sepak bola kesayangan ku, duduk terpaku melihat jam dinding menunjukan pukul 07:30 pagi. “Dre,udah siap belum”, seketika itu aku terkejut oleh suara ayahku “iya, yah bentar lagi”. Padahal semua sudah siap, tinggal ku bawa barang-barang ini keluar. Tapi entah mengapa terasa berat sekali kaki ini untuk meninggalkan semuanya. 

“halo, julia”, sapaku padanya dari balik telepon genggamku. “hay, ada apa?, tumben pagi-pagi gini nelpon”. Diam sejenak, ku mulai berpikir untuk merangkai kata-kata yang mudah dimengeeti oleh nya,supaya ucapan perpisahan ini tidak bertele-tele. “dre,”, tegurnya. “oh, iya maaf tadi ngelamun”, ucap ku. “Julia, aku mau pamit nih”, gemetar bibir ku saat mengucapkannya. “hah,pamit? mau kemana? Jangan-jangan kamu”. “Iya, aku mau lanjutin sekolah di pesantren di Surabaya”, tututuutttt.

15 juli 2015

“Tanda tangan disini pak”, ucap seorang yang memakai peci putih, baju taqwa putih dan sarung warna hijau yang tampak masih baru. “Alahamdulillah, sekarang kamu udah resmi jadi santri dre”, ucap ayah ku sambil tersenyum ke arah ku. Aku hanya tersenyum datar, hanya untuk membalas senyumnya.

Ayah lah yang menyarankanku untuk melanjutkan sekolah menengah atas di pesantren, ya walaupun dengan sedikit memaksa . Sedangkan ibu hanya mengikuti saja saran ayah. “Yaaa, putri gak bisa rebutan remote sama abang”, celetuk polos adik ku yang masih berumur 9 tahun. Ya memang hampir setiap malam aku selalu berebut remote tv dengannya . Ku lihat ibu mulai menahan genangan air mata yang hampir menetes ke pipinya .

“Dre, nanti setiap awal bulan ayah transfer uang jajannya sama SPP nya”. “Iya,yah”, jawab ku singkat . Ku hampiri ibu yang sedang merapikan barang-barang ku, tapi ku tahu bahwa ibu hanya pura-pura sibuk merapikan barang-barangku. Sebetulnya itu semua ia lakukan hanya untuk mengelabui ku, supaya ku tak tahu bahwa ia sedang menahan tangis. “Ibu”, tegur ku. Belum sempat melanjutkan kata, tiba-tiba ibu langsung memelukku erat. Sambil terisak ibu mengatakan “patuhi saja apa kata ayah mu, belajar yang rajin dan jadi kebanggaan ayah dan ibu”. “Iiiiiya, bu”, hanya itu kata yang keluar dari mulut ku, karena ku tak kuasa menahan tangis. Aku biarkan ibu memelukku lama sekali, hingga ayah menegur nya. “sudah, bu andre kan bukan anak kecil lagi, jadi jangan lama-lama nangisnya”. “Dre,kamu belajar yang rajin siapa tau nanti kamu bisa sekolah di luar negeri”, pesan ayahku.

Baca selengkapnya di sini

Tags : Hari Santri 2018 , Lomba Cerpen , PKB ,

Berita Terkait