Cak Imin dan 1000 Kiai

| Kamis, 08/06/2017 23:30 WIB
Cak Imin dan 1000 Kiai
PERTEMUAN Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dengan 1000 (seribu) lebih Kiai di Pesantren Bumi Sholawat Sidoarjo (25/05/2017), membawa sejumlah pesan penting. Tidak sekadar menyatukan kekuatan nahdliyin dalam Pilgub Jatim 2018 dengan merekomendasikan satu nama cagub, perintah para Kiai yang jauh lebih penting dari soal pilkada adalah ikhtiar melawan radikalisme dan terorisme serta pemberian mandat kepada Cak Imin untuk mempersatukan semua kekuatan Islam demi mewujudkan kemaslahatan umat di Indonesia. Perintah tersebut langsung disampaikan 1000 Kiai. Cak Imin diminta segera mengambil langkah bersama segenap kekuatan NU dan MUI menyatukan umat dan seluruh elemen masyarakat mengatasi segala bentuk radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme yang merongrong Negara dan keutuhan bangsa. Darurat Radikalisme Situasi kebangsaan belakangan ini tidak luput dari pengamatan para Kiai. Politisasi isu SARA secara berlebihan, ujaran kebencian, kekerasan, fanatisme buta, pemahaman tekstualis keagamaan di sekolah dan kampus, hingga teror belakangan ini menunjukkan situasi kebangsaan kita telah mengancam kemaslahatan umat. Tentu tidak boleh dibiarkan dan harus diatasi secara bijak. Karena itu, perintah penting lain yang juga harus dikerjakan Cak Imin adalah agar PKB menyatukan langkah bersama pemerintah dan masyarakat menghadapi persoalan kemaslahatan umat. Cak Imin diminta merumuskan, mendorong pemerintah, dan menggalang kekuatan rakyat untuk menghadapi kemiskinan dan ketidakadilan sosial yang menjadi salah satu akar tindakan radikalisme dan terorisme. Rakyat harus dibuat sejahtera. Keadilan sosial harus segera diwujudkan. Itulah jihad yang harus diwujudkan bersama. Jalan mencapai itu semua adalah dengan membenahi sistem demokrasi Pancasila dan bukan khilafah atau ideologi radikalisme lainnya. Ada dua faktor penting radikalisme terjadi. Pertama, dangkalnya doktrin ajaran agama. Ini menyebabkan kurangnya kedalaman ilmu agama seseorang. Sebenarnya jumlah kelompok radikal relatif kecil dibanding yang tidak radikal. Namun, karena konsumen dakwah mereka adalah kelompok awam yang tergolong besar, pendidikan Islam moderat masih dirasa kurang, dan kampanye via medsos yang terus-menerus bahkan menghalalkan segala cara, maka kelompok radikal hari ini seolah mendapatkan panggung. Dari sisi kampanye di medsos saja sudah banyak yang tidak benar. Antar tokoh dan Kiai diadu, pernyataannya dipotong-potong diambil sesuka hati, fitnah minus tabayyun dihalalkan, dan parahnya mengafirkan pihak lain yang tidak sependapat. Merespon situasi itu, tidak ada cara lain selain harus kampanye tentang nasionalisme, humanisme, dan pluralisme melalui medium yang sama. Kelompok anak muda, pelajar, pemuda, dan masyarakat luas perlu diberi pengertian oleh tokoh agama, pemuka, dan simpul-simpul masyarakat mengenai pentingnya demokrasi, nasionalisme, nilai-nilai kebangsaan, kemanusiaan, perdamaian, dan saling menghargai perbedaan. Doktrin-doktrin kewarganegaraan harus terus dimunculkan dengan beragam cara. Kedua, ketidakpuasan terhadap keadaan. Ini menyebabkan frustasi. Keadaan yang tidak kondusif membutuhkan keteladanan dan kesabaran. Maka, semua pihak harus diberi pengertian bahwa pembangunan menuju kesejahteraan butuh proses, waktu, dan kesabaran. Selain itu, keteladanan dari pemimpin dan tokoh masyarakat menjadi hal mutlak yang tidak bias ditawar-tawar. Merajut Keteladanan Prinsip-prinsip bernegara, amanah diniyah dan amanah wathoniyah harus disampaikan secara seimbang. Peran masyarakat, politisi, agamawan, dan media untuk menanamkan pentingnya nilai agama dan kebangsaan tanpa mempertentangkan keduanya, sangat fundamental. Ini agar gesekan dan konflik horizontal tidak mudah terjadi. Situasi kebangsaan yang ada pun harus dapat dikelola dengan baik. Hindari memisahkan dan mempertentangkan antar tokoh dan elit masyarakat meski beda pilihan dan pandangan. Justru titik temu antar mereka harus lebih ditonjolkan. Semua pihak harus mengerti realitas politik dan sosiologis masyarakat. Solidaritas dan rasa saling percaya yang mulai hilang, perlu dibangkitkan kembali. Selain itu, ada dua hal yang harus selalu dirawat: persatuan dan keadilan. Persatuan menjadi tanggungjawab bersama dan butuh keteladanan dari elit politik, tokoh agama, dan tokoh nasional untuk meminimalisir suasana panas, dinamika saling curiga, dan merasa kuatir akibat adanya politisasi agama berlebihan. Holopis Kuntul Baris, bersatu padu dengan semangat kebersamaan menyukseskan pembangunan nasional dan kemakmuran bersama. Sementara keadilan, equality before the law, adalah bentuk ketegasan dan dambaan masyarakat; hal yang mudah diucap dan namun sulit dipraktekkan. Keadilan itu penting agar tidak ada lagi persepsi masyarakat bahwa aspek hokum selalu saja dipengaruhi aspek politik atau ekonomi. Terakhir, Cak Imin dan Seribu Kiai menggambarkan pada kita semua pentingnya kesantunan, ketenangan, dan kesabaran dalam berpolitik dan hidup berbangsa. Juga, mengajarkan bagaimana berdemokrasi yang santun, berakhlakul karimah, dan tidak menistakan satu dengan yang lain. Bukan demokrasi yang saling menghujat dan menyalahkan. M. Hasanuddin Wahid Wasekjen DPP PKB
Tags :