Pertamina Jelaskan Tantangan Industri Hadapi New Normal Usai Pandemi

| Rabu, 13/05/2020 15:28 WIB
Pertamina Jelaskan Tantangan Industri Hadapi New Normal Usai Pandemi Ilustrasi. Wajah Industri Indonesia (Foto: Merdeka.com)

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - PT Pertamina kembali menggelar forum mengenai respon perusahaan yang harus dipersiapakan untuk menghadapi resiko pasca Pandemi COVID-19 mereda.

Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Heru Setiawan menyampaikan bahwa beberapa ahli memprediksi, kondisi dunia dalam berbagai aspek tidak mungkin kembali lagi ke zaman sebelum pandemi.

“Inilah yang harus kita mitigasi segera. Apalagi saat ini Pertamina dan Pemerintah memiliki banyak program kerja yang saling bersinggungan, seperti subsidi, financing, proyek-proyek dan kegiatan operasional untuk memenuhi kebutuhan energi nasional sehingga kita perlu koordinasi yang baik, baik dari sisi  perencanaan maupun pelaksanaan di lapangan,” ujarnya dalam forum tersebut, Senin 11 Mei 2020.

Staff Ahli Menteri PPN Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Amalia Adininggar Widyasanti mendukung pernyataan Heru mengenai kondisi “New Normal” yang akan segera dihadapi oleh bergbagai perusahaan.

"Jika virus sudah mulai hilang atau mereda, dunia tidak akan kembali kepada kondisi normal sebelum pandemi karena manusia akan bekerja, belajar dengan pola baru," jelasnya.

Hal ini dibuktikan dengan meluasnya dampak pandemi secara global. Menurut Amalia, sektor energi merupakan salah satu sektor yang terdampak secara signifikan.

“Selain karena demand melemah karena adanya social distancing dan lockdown di berbagai negara, harga minyak terus turun. Bahkan pada 27 April lalu, turun hingga 12 doar per barel. Ini adalah harga terendah selama 70 tahun terakhir. Semua komoditas turun, kecuali emas,” tambahnya.

Ia menegaskan, dalam jangka panjang banyak perubahan yang harus dicermati oleh dunia industri.

"Setelah pandemi berlalu, perilaku konsumen pasti akan berubah. Ke depannya, kegiatan ekonomi cenderung menjadi less-contact economy dan tetap jaga jarak,” jelasnya.

Amalia memprediksi, permintaan terhadap produk yang terjamin higienis serta mengurangi perjalanan yang terlalu berisiko juga semakin meningkat. 

“Pola rantai suplai pun akan terpengaruh. Perusahaan akan mendekatkan rantai suplainya. Re-shoring dan near-shoring akan menjadi tren baru. Artinya, pola Global Value Chains (GVCs) yang membutuhkan transportasi yang panjang, tentu akan membutuhkan energi yang besar juga. Tren re-shoring dan near-shoring akan memperpendek jarak transportasi dan akan mengurangi permintaan energi dari sektor transportasi," terangnya.

Selain itu, dirinya mengatakan akan terjadi peningkatan substitusi antar barang dan platform penjualan.

“Barang impor cenderung digantikan dengan produksi dalam negeri, karena semua negara akan cenderung untuk memastikan security dari supply chain. Penggunaan online platform juga lebih meningkat. Perubahan gaya konsumen inilah yang akan terjadi, percepatan substitusi antarbarang maupun substitusi platform penjualan," pungkasnya.

Tags : Pertamina , New Normal , Persiapan