Harga Daging Sapi Konsisten Mahal, CIPS: Pemerintah Perlu Maksimalkan IA-CEPA

| Selasa, 06/04/2021 13:53 WIB
Harga Daging Sapi Konsisten Mahal, CIPS: Pemerintah Perlu Maksimalkan IA-CEPA Daging Olahan (Foto: Halodoc)

RADARBANGSA.COM - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menyarankan pemerintah untuk memaksimalkan kemitraan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) untuk mengatasi tingginya harga daging sapi.

“Melalui IA-CEPA, Indonesia dapat memetik banyak manfaat, seperti kemudahan untuk mendapatkan berbagai komoditas pangan termasuk daging sapi yang bisa digunakan untuk memenuhi kekurangan pasokan daging sapi dari peternak dalam negeri,” kata Pingkan dalam laporan yang belum lama ini dipublikasikan CIPS.  

CIPS mencatat dalam beberapa bulan terakhir, harga daging sapi terpantau konsisten tinggi. Sejak Juli 2020 dan Agustus, harga daging sapi sebesar Rp 118.350 dan naik tipis menjadi Rp 118.450 di bulan Agustus. Pada September 2020, harganya sedikit turun menjadi Rp 118.100 dan naik tipis menjadi Rp 118.200 pada bulan Oktober.

Setelah itu terjadi kenaikan secara terus menerus. Harga daging sapi di November dan Desember 2020 adalah sebesar Rp 118.350 dan Rp 118.600.

Memasuki tahun 2021, harga daging sapi sempat mengalami kenaikan dan juga turun tipis, yaitu Rp 119.350 di Januari, Rp 119.600 dan Rp 119.350 di Februari dan Maret. Walaupun sempat turun tipis di bulan ini, harga daging sapi masih tetap tinggi bagi konsumen dan hanya menyisakan margin yang tipis untuk para pedagang.

Pingkan menuturkan bahwa IA‑CEPA memberikan akses preferensial ke lebih dari 99% produk pertanian Australia yang diimpor Indonesia, sehingga usaha yang menggunakan pakan biji-bijian (misalnya peternakan) dan daging sapi sebagai bahan produksi sekarang bisa mendapatkan keduanya dengan harga yang lebih rendah.

Untuk pakan, tarif akan dihilangkan untuk sejumlah 500 ribu ton di tahun pertama perjanjian dagang diterapkan dan jumlah ini akan ditingkatkan secara progresif ke lebih dari 775 ribu ton di tahun kesepuluh.

Selain itu, IA-CEPA memberikan kemudahan berupa pembebasan tarif (dari yang tadinya 5%) untuk 575 ribu ternak di tahun pertama. Volume bebas tarif ini dinaikkan 4% setiap tahun sampai mencapai 700 ribu pada tahun keenam. Untuk daging sapi beku, tarif diturunkan dari 5% menjadi 2.5% yang kemudian dihapuskan setelah tahun kelima.

Peningkatan volume dan penurunan tarif tentu bisa berkontribusi pada turunnya harga daging sapi di Indonesia.

Selain itu, kerja sama ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk mewujudkan konsep economic powerhouse yang menggabungkan kekuatan kedua mitra, yaitu sektor pertanian Australia dan industri makanan olahan Indonesia, untuk kemudian merambah pasaran negara lainnya. 

“Kemudahan-kemudahan ini diharapkan bisa bermanfaat untuk mengatasi tingginya harga daging sapi di Indonesia. Selain dapat memastikan ketersediaan daging sapi dengan kualitas yang baik, pemerintah juga dapat memanfaatkan kemitraan IA-CEPA untuk pengembangan kapasitas peternak dalam negeri,” ungkap Pingkan.

Pengembangan kapasitas dinilai akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada margin yang diterima peternak dan juga harga jual daging sapi di tingkat konsumen.

Pemerintah juga perlu mencermati hal ini sebagai peluang untuk mencapai beberapa hal, memastikan ketersediaan daging sapi dengan kualitas yang baik, meningkatkan kapasitas peternak dalam negeri, mengembangkan industri pengolahan makanan dan minuman Indonesia sekaligus sebagai upaya untuk menggenjot kinerja perekonomian.

"Jadi impor dapat dijadikan instrumen untuk mendorong peningkatan kualitas produk dalam negeri dan meningkatkan daya saingnya terhadap produk dari negara lain," kata Pingkan.

 

Tags : CIPS , daging sapi mahal , daging sapi

Berita Terkait