Arzety Bilbina Angkat Bicara Soal Kematian Guru Budi

| Senin, 05/02/2018 11:06 WIB
Arzety Bilbina Angkat Bicara Soal Kematian Guru Budi Arzety Bilbina

JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Arzeti Bilbina, Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Komisi X DPR RI ikut berduka atas kematian Guru Ahmad Budi Cahyono atau Guru Budi yang dianiaya oleh muridnya sendiri. 

"Saya sangat berduka, sedih mendengarnya, kok bisa murid memukuli gurunya sendiri hingga meninggal dunia, ini musibah pendidikan kita, terlebih Pak Guru Budi ini masih berstatus sebagai tenaga pengajar honorer alias guru tidak tetap. Saya sering menerima audiensi bersama guru Honorer yang rata-rata honornya dibawah UMK, coba kita bayangkan gaji di bawah upah minimum kabupaten (UMK) Sampang, yaitu sekitar Rp 600.000. berat sekali menjadi guru di negeri ini, keprihatinan kita smua," ujar Arzey Bilbina dalam rilisnya yang diterima Radarbangsa.com, Senin 5 Ferbruari 2018. 

Bagi Politisi PKB itu, proses pendidikan kita perlu dievaluasi kembali secara menyeluruh. Krisis karakter anak-anak kita harus kita carikan solusi bersama. Banyak hal yang perlu dievaluasi dan kita carikan solusinya bersama. Minimal tiga hal yang perlu diperbaiki,

"Pertama, proses pendidikan yang pertama dan utama adalah di keluarga, bukan sekolah, sekolah adalah tempat pendidikan anak setelah keluarga. Anak-anak mengikuti orang tua dan berbagai kebiasaan dan perilaku. Sehingga keluarga merupakan pembentuk pertama moral anak, bagaimana anak mengenal tanggung jawab, nilai, sopan santun dan lainnya," jelas Arzety.

Kedua tentang pendidikan ahlak, moral atau biasa kita menyebutnya dengan pendidikan karakter. "Saya juga prihatin ketika Lembaga pendidikan selalu mengedepankan nilai akademik, prestasi anak, bagi saya ini kesalahan, bayangkan hari ini anak baru mau masuk sekolah SD dites calistung (baca tulis hitung), kalau tidak lolos ya tidak masuk, akhirnya anak-anak yang di sekolah Paud atau TK sudah diajari calistung, memaksakan anak usia dibawah 7 tahun untuk belajar calistung sangat beresiko timbulnya stress jangka pendek dan rusaknya perkembangan jiwa anak dalam jangka panjang, jelas ini menghambat proses pembentukan karakter anak," tambanya.

Ketiga, Arzety sepakat tentang perlu adanya regulasi untuk memberikan perlindungan kepada guru. Kasus meninggalnya Guru Budi ini bisa jadi merupakan gunung es lemahnya perlindungan hukum terhadap guru. Banyak sekali kasus yang menyudutkan guru, padahal tugas mereka sangat mulia untuk mendidik anak-anak kita. "Selama ini tidak ada jaminan, guru mencubit anak saja orang tua protes dan melaporkan ke pihak yang berwajib. Lalu bagaimana anak kita bisa dilatih agar berdisiplin, dan dibentuk karakternya?," tuturnya.

Meskipun Perlindungan terhadap profesi guru sendiri sudah diakui dalam PP Nomor 74 Tahun 2008. "Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya," bunyi Pasal 39 ayat 1. Dan di pasal 40 Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing,

"Namun di lapangan masih banyak kasus memidanakan guru akibat mendisiplinkan anak. Saya kira ini mendesak untuk segera direaliassikan," tukasnya. 

Tags : Kasus Guru Budi , Arzety , PKB

Berita Terkait