Efektivitas PSBB Melalui Penerapan Sanksi Menempati Rumah Angker

| Sabtu, 25/04/2020 15:55 WIB
Efektivitas PSBB Melalui Penerapan Sanksi Menempati Rumah Angker Saiful Bari, S.H. (doc. istimewa)

RADARBANGSA.COM - Tak salah jika narasi melawan covid-19 ini terus didengungkan oleh semua pihak. Pasalnya, orang yang positif korona tiap harinya menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan. Namun, narasi tersebut akan sulit diimplementasikan dalam hal ini untuk memutus mata rantai virus korona ini sepanjang masih ada masyarakat yang ngeyel.

Sikap ngeyel ini dapat diartikan sebagai sikap keras kepala. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan sikap keras kepala ialah tidak mau menurut nasehat orang; tegar tengkuk; kepala batu. Untuk mengatasi sikap demikian itu maka perlu hal yang memaksa misalanya saja, hukum.

Hukum bisa diartikan seperangkat norma yang bersifat umum, mengikat, dan memaksa. Pada umumnya, hukum merupakan langkah terakhir dalam mengatasi persoalan manusia. Dalam konteks ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI (PMK) No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini mengisyaratkan bahwa perlunya kesadaran bersama untuk melawan pandemi korona ini.

Hingga detik ini, penerapan PSBB masih perlu dipertanyakan terkait efektivitasnya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bersama melawan pandemi korona salah satunya dengan melakukan physical distancing. Mengingat, masih ada saja orang yang masih ngeyel atau abai terhadap anjuran melakukan protokol yang berlaku.

Sikap demikian ini dapat diketahui melalui media sosial yang sering kita gandrungi masing-masing. Sehingga, dapat dikatakan, PSBB tak ubahnya seperti hukum yang kosong. Bak harimau yang tak memiliki taring sehingga ia tak mampu menggigit mangsanya. Dalam konteks ini, lantas bagaimana cara tepat untuk menciptakan hukum yang umum, mengikat, memaksa serta dapat memberikan efek jera atau lebih tepatnya, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan physical distancing?

Caranya cukup mudah yakni, hukum itu perlu diisi dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat Indonesia. Pada titik ini, penulis, tertarik dengan kebijakan yang diterapkan oleh Bupati Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Dalam mengatasi sikap ngeyel tadi maka langkah yang diambilnya adalah dengan menempatkan orang yang bersangkutan di rumah angker. Upaya ini dianggapnya cukup efektif dan memberikan kesadaran kepada orang yang bersangkutan.

Hal yang menarik lainnya, berdasarkan penuturan Bupati Sragen, pada umumnya orang Indonesia percaya dan sebagiannya lagi takut pada hantu. Atas dasar ini, upaya pemberian sanksi dengan ditempatkan di rumah angker ini dianggap solutif dibandingkan dengan cara yang lain (baca: Kebijakan Bupati Sragen).

Jika ditelusuri, pandangan di atas selaras dengan pandangan Tan Malaka yang mengatakan bahwa, orang Indonesia dan bahkan sebelum dikenal dengan nama Indonesia, orang nusantara, itu lebih mudah percaya dengan hal-hal yang berbau mistis seperti adanya kekuatan gaib seperti: setan. Ini artinya, percaya dan sekaligus takut kepada setan dalam nilai sosial-budaya masyarakat kita itu telah mendarah daging. Sehingga, adalah tepat jika pengaturan PSBB ini perlu disusupi pemberian model sanksi sebagaimana yang telah diterapkan oleh Bupati Sragen.

Maka, tidak salah langkah yang diambil oleh Bupati Sragen tersebut. Penulis beranggapan bahwa penerapan upaya ini akan membawa dampak positif bagi peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal melakukan physical distancing. Penggalian dan penerapan upaya ini juga pernah dilakukan oleh negara tetangga kita yakni, Singapura.

Dalam konteks yang agak berbeda, Singapura sebelum menjadi negara seperti yang kita kenal sekarang ini, dulunya, juga kesulitan mengajak warganya untuk peduli pada lingkungan. Maka, langkah yang diambil agar warganya peduli dan sadar maka hukumlah yang bertindak. Lee Kuan Yew yang dikenal sebagai bapak Singapura, melalui kebijakan politiknya ia mengatur warganya untuk tidak membuang sampah sembarang, apabila ada warga yang kedapatan membuang sampah sembarang maka akan didenda, jika dimata uangkan ke dalam rupiah, sekitar 3 (tiga) juta rupiah. Alhasil, kebijakan tersebut memberikan efek jera atau lebih tepatnya meningkatkan kesadaran warganya sehingga Singapura dikenal sebagai negara yang bersih.

Perlu diketahui, berhasilnya Singapura mewujudkan kesadaran warganya itu disebabkan, menurut Dr. Ahmad Bahiej, SH., karena masyarakat Singapura itu lebih mementingkan uang daripada lingkungannya maka, penerapan sanksi denda berupa uang adalah langkah yang dianggap solutif dibandingkan dengan pemberian sanksi penjara.

Pada titik ini, dapat dikatakan bahwa hukum itu akan memberikan dampak positif sepanjang hukum tersebut berlandaskan pada nilai-nilai sosial-budaya yang mengakar dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian, sekali lagi dalam konteks ini, untuk memberikan efek jera terhadap orang yang ngeyel seperti: tidak melakukan physical distancing atau tidak melakukan insolasi diri di rumah masing-masing bagi pemudik maka, langkah tepat adalah dengan memberikan sanksi kurungan atau diisolasi diri di tempat yang notabene angker.

Di samping itu, sebagai upaya preventif lainnya, agar para perantau tidak pulang kampung maka diperlukan kolaborasi antara pemerintah daerah tempat rantau dan pemerintah daerah asal perantau. Upaya ini dimaksudkan agar para perantau yang kurang perhatian dari pemerintah daerah setempat, maka pemerintah daerah asal perantau tersebut harus bertindak aktif dalam mendata dan segera memberikan bantuan sosial kepada mereka supaya mereka tetap di perantauan dan tidak pulang hanya karena khawatir tak bisa makan.

Dengan demikian, dicatutnya model sanksi dikurung di rumah angker dalam PSBB, supaya sanksi tersebut berlaku umum, mengikat dan memaksa yang pada gilirannya, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya melakukan physical distancing sehingga, upaya pemutusan mata rantai virus korona ini akan berjalan dengan lancar.

Penulis adalah: Saiful Bari, S.H. IKASUKA Ilmu Hukum / Peneliti the Al-Falah Institute Yogyakarta

Tags : rumah angker , PSBB , Corona , Saiful Bari

Berita Terkait