Sejarah Provinsi Bali, Aset Pariwisata Indonesia

| Selasa, 13/02/2024 17:25 WIB
Sejarah Provinsi Bali, Aset Pariwisata Indonesia Ilustrasi Pariwisata di Provinsi Bali. (Foto: twitter @idbcpr)

RADARBANGSA.COM - Provinsi Bali memang tak terpisahkan dari pariwisata. Denyut pariwisata mewarnai setiap langkah kehidupan masyarakat di Pulau Dewata. Perekonomian Bali pun sangat tergantung dengan sektor pariwisata. Hampir 52 persen kegiatan ekonomi ditopang oleh sektor pariwisata.

Di awal kemerdekaan, Bali merupakan bagian dari Provinsi Sunda Kecil bersama Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi Bali dibentuk pertama kali pada 14 Agustus 1958. Pembentukannya ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Ketika itu, ibukotanya adalah Singaraja dan pada tahun 1960 dipindah ke Kota Denpasar.

Luas wilayah Bali mencapai 5.780,06 kilometer persegi atau 0,29 persen dari luas wilayah Indonesia. Populasi penduduknya 4,33 juta jiwa pada tahun 2019.

Sejarah pembentukan 

Penghuni pertama Pulau Bali diperkirakan datang pada tahun 3000–2500 SM yang bermigrasi dari Asia Timur. Dalam buku karya I Wayan Ardika, I Gde Parimartha, dan AA Bagus Wirawan dengan judul “Sejarah  Bali: Dari  Prasejarah Hingga Modern” terbitan tahun 2013, disebutkan peninggalan peralatan batu dari masa prasejarah ditemukan di Desa Cekik yang berada di bagian barat Pulau Bali.

Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Agama Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100 SM. Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi.

Nama Bali Dwipa (Pulau Bali) mulai ditemukan dari berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang ditulis oleh Sri Kesari Warmadewa pada tahun 913 Masehi dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan pada masa itu, sistem subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai dikembangkan.

Pada abad ke-14, babad-babad kerajaan melaporkan bahwa Bali ditaklukkan oleh bala tentara Kerajaan Majapahit dari Jawa, yang kemudian mendirikan kraton Gelgel di tenggara pulau. Setelah Majapahit jatuh pada awal abad ke-16, legenda mengisahkan terjadinya gelombang imigrasi besar-besaran ke Bali. Para bangsawan, pendeta, sastrawan, hingga seniman menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.

Bersamaan dengan perpindahan itu, dibawa serta warisan Hindu Majapahit ke kraton Gelgel, yang menjadi awal dimulainya masa kejayaan yang dikemudian hari dianggap sebagai zaman keemasan Bali.

Kendati Sir Francis Drake pernah singgah di Bali pada tahun 1580, namun kontak pertama antara Bali dan dunia Barat tercatat pada tahun 1597. Pada waktu itu, armada kapal dagang Belanda singgah di Pulau Bali untuk mencari perbekalan makanan dan minuman.

Ekspedisi pertama Belanda pada tahun itu dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Belanda lewat VOC atau Vereenigde Oost-Indishe Compagnie (Kongsi Dagang Hindia Timur) mulai melaksanakan penjajahan di tanah Bali. Akan tetapi, VOC terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di bali tidak sekokoh posisi mereka di Jawa dan Maluku hingga abad ke-19.

Pada tahun 1817, Belanda mengirim rombongan di bawah pimpinan Van den Broek untuk mendirikan sebuah pangkalan dagang di Bali. Namun, usaha tersebut gagal karena ditentang oleh raja-raja Bali. Sampai berakhirnya perang Diponegoro di Jawa tahun 1830, hubungan raja-raja Bali dengan orang Eropa hanya berkisar pada perdagangan.

Hubungan antara raja-raja Bali dengan Belanda mulai mengalami perubahan setelah tahun 1841. Huskus Koopman yang diutus Pemerintah Belanda berhasil mengadakan perundingan dengan raja-raja Bali. Sejak saat itu, Belanda sedikit demi sedikit mengurangi kekuasaan raja-raja Bali dengan jalan mengadakan perjanjian-perjanjian. Setelah melalui proses panjang, pada tahun 1908 Belanda dapat menguasai Bali.

Michel Picard (1992) dalam buku “Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata” menyebut konflik dalam Istana Gelgel mengikis wibawa kerajaan yang sebelumnya mampu menyatukan seluruh Bali. Kerajaan yang berkedudukan di sisi tenggara pulau ini menjadi semakin lemah dengan berdirinya kerajaan-kerajaan (negara) baru di wilayah lain.

Tak sampai seabad, satu demi satu kerajaan-kerajaan di pulau yang dijuluki ”Surga Terakhir” oleh Powell (1930) ini telah dikuasai Belanda. Kerajaan Klungkung tercatat sebagai kerajaan terakhir yang ditaklukkan. Setelah melalui puputan yang mengharukan, seluruh wilayah Bali akhirnya jatuh ke tangan Pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke-20.

Dalam kuasa Pemerintah Belanda, nasib rakyat Bali semakin tertekan. Pajak tanah dan kerja rodi menjadi beban baru yang harus mereka tanggung. Di luar itu, kewajiban ayahan terhadap kaum bangsawan tetap melekat. Akibatnya, kemiskinan merebak di sebagian besar wilayah.

Tahun 1930 merupakan permulaan pergerakan kebangsaan di Bali. Organisasi kebangsaan pertama yang membuka cabangnya di Bali adalah Budi Oetomo. Penyebarannya terutama pada golongan intelektual. Selain itu, berdiri pula Komite Taman Siswa di Denpasar pada tanggal 9 September 1933.

Jepang mendarat di Bali pada 17 Februari 1942. Pada era penjajahan Jepang ini, perkembangan organisasi-organisasi politik terhenti. Jepang melarang dan membubarkan berbagai organisasi politik. Keadaan penduduk semakin lama semakin menderita. Penyebabnya, Jepang mengerahkan segenap penduduk untuk mendukung perang. Banyak penduduk yang dijadikan romusha dan harta bendanya dirampas. Kondisi tersebut berlangsung sampai Jepang menyerah kepada sekutu dan dilanjutkan dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia, termasuk ke Bali untuk menegakkan kembali pemerintah kolonialnya. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali.

Pada 20 November 1945, pecah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali Tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang saat itu berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk menyerang pasukan Belanda. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.

Pada tahun 1946, Belanda menjadikan Bali sebagai satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur (NIS) yang baru diproklamasikan. Bali kemudian dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat (RIS) ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun berikutnya, Bali secara resmi meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi salah satu provinsi dari Republik Indonesia.

Pada awal kemerdekaan, Bali termasuk ke dalam Provinsi Sunda Kecil. Pada masa negara serikat, Bali termasuk ke dalam Negara Indonesia Timur (NIT). Setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, Bali kembali menjadi bagian dari Republik Indonesia. Pada tahun 1958 Pulau Bali menjadi berstatus provinsi.

Tags : Bali , Sejarah , Provinsi , Indonesia , Pariwisata

Berita Terkait